Minggu lalu(05/10/2025) , terjadi pertarungan argumen yang menarik perhatian publik: di satu sisi ada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menjunjung tinggi efisiensi anggaran, dan di sisi lain ada Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan yang menekankan dampak stimulasi ekonomi dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Perdebatan ini bukan sekadar selisih paham biasa; ini adalah dilema klasik dalam tata kelola negara: Kapan kita harus memprioritaskan disiplin fiskal, dan kapan kita harus berani "membakar uang" demi pertumbuhan ekonomi?
Ancaman Oktober: Sikap Keras Menkeu Purbaya
Pangkal masalahnya adalah serapan anggaran MBG yang lambat. Hingga akhir Agustus 2025, program dengan pagu Rp71 triliun ini baru terealisasi Rp10,3 triliun, atau sekitar 14,5%. Penerima manfaatnya pun baru 20,5 juta dari target 82,9 juta orang.
Menkeu Purbaya tegas. Ia memberi tenggat waktu hingga akhir Oktober 2025 untuk evaluasi. Jika serapan tetap rendah, Purbaya tidak ragu untuk menarik kembali dana tersebut.
Mengapa sikap ini penting?
Prinsip Kehati-hatian Fiskal: Uang negara yang menganggur di rekening Badan Gizi Nasional (BGN) adalah uang yang tidak produktif. Menkeu bertanggung jawab memastikan uang tersebut dialokasikan ke sektor yang lebih siap dan mendesak.
Disiplin Implementasi: Ancaman penarikan dana adalah cambuk bagi BGN agar segera membereskan masalah birokrasi, tender, dan logistik yang menghambat penyerapan.
Ini adalah pendekatan Bendahara Negara sejati: akuntabilitas dan efisiensi harus diutamakan.
Suara Stimulasi: Argumen Multiplier Effect dari Luhut
Berlawanan dengan Menkeu, Luhut Binsar Pandjaitan justru meminta agar ancaman penarikan dana itu diurungkan. Bagi Luhut, program MBG tidak hanya soal gizi, tapi juga lokomotif ekonomi.
Luhut menyoroti data positif di balik angka serapan yang rendah:
Penciptaan Lapangan Kerja: Dana MBG diperkirakan sudah membuka 380 ribu lapangan kerja. Angka ini sangat signifikan dalam konteks pemulihan dan stabilitas sosial.
Perputaran Ekonomi: Setiap rupiah yang dibelanjakan untuk bahan baku, katering, dan logistik program ini langsung mengalir ke petani, peternak, dan UMKM lokal. Program ini menciptakan "multiplier effect" atau efek berganda, di mana pengeluaran pemerintah memicu aktivitas ekonomi yang lebih besar.
Menurut perspektif Luhut, menarik dana sekarang, meskipun serapan masih 14,5%, justru akan mengerem laju perputaran ekonomi yang baru saja dibangun. Kepastian anggaran adalah kunci agar vendor dan UMKM berani berinvestasi lebih lanjut.
Menarik Garis Tengah: Mencari Solusi Terbaik
Dilema ini menunjukkan bahwa kedua belah pihak memiliki argumen yang kuat dan sama-sama penting.
Social Plugin